Cukup lama ditunggu, akhirnya MA memberi kepastian hukum soal polemik apakah mantan napi korupsi bisa menjadi caleg legislatif atau tidak dalam Pemilu 17 April 2019. Hal ini sebagai tindak lanjut adanya gugatan atas PKPU Nomor 20 Tahun 2018 yang mana didalamnya diatur larangan bagi mantan narapidana koruptor sebagai caleg.
Dikutip dari portal berita terpercaya detik.com, MA memberikan putusan atas gugatan tersebut pada tanggal 13 September 2018. Dengan Dengan demikian PKPU Nomor 20 Tahun 2018 dianggap bertentangan dengan Pasal 240 Ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Dalam pasal dimaksud disebutkan: "Bakal Calon DPR dan DPRD harus memenuhi persyaratan tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana"
Dengan demikian, mantan koruptor berhak menjadi calon legislatif asal dia memberitau kepada publik bahwa dia mantan terpidana.
Pemirsa, saya berkeyakian bahwa putusan ini akan menimbulkan polemik yang lebih ramai. Pertama para bakal calon legislatif yang dari awal sudah "legowo" tidak mendaftar sebagai caleg akan merasa dirugikan dan kehilangan hak yang sebenarnya dijamin oleh Undang-Undang. Kedua, partai juga akan menemukan jalan yang dilematis. Di satu sisi ingin menjamin hak-hak mantan napi korupsi tetapi di sisi lain merasa "malu" kepada masyarakat karena partainya jadi "kendaraan" bagi koruptor. Tentu bisa mempengaruhi respek masyarakat kepada pasrtai yang bersangkutan.
Polemik lain yang akan muncul muncul adalah bahwa masyarakat akan memandang MA tidak memiliki semangat anti korupsi yang saat ini justru terus digaungkan oleh Pemerintah dan KPK. Sebab minggu-minggu terakhir ini, negeri beta justru sedang heboh dan ramai tentang kebijakan pemerintah untuk membersihkan aparatur sipil negara dari para koruptor.
Mendagri-Menpan RB dan BKN baru saja kemarin menandatangani Surat Keputusan Bersama bahwa seluruh ASN yang pernah dipidana korupsi wajib dipecat paling lambat bulan Desember 2018. Bahkan selang beberapa jam, Mendagri sudah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 180/6967/SJ tertanggal 10 September 2018 itu ditujukan kepada seluruh kepala daerah agar memberhentikan dengan tidak hormat aparatur sipil negara yang melakukan tindak pidana korupsi dan telah mendapatkan putusan pengadilan negeri yang berkekuatan hukum tetap atau inkracht sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Inilah yang membingungkan. Di satu sisi pemerintah sedang dalam semangat tinggi untuk memecat ASN yang korup sedangkan MA dianggap berjalan ke arah yang berlawanan dengan "meberi" jalan mulus kepada koruptor untuk menjadi caleg.
Mungkinkah ada langkah hukum lain yang memungkinkan batalnya napi koruptor jadi caleg? Entahlah.
Salam
#AG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar.
(Pilih Profil Anonymos bila Anda tidak memiliki Blog)