Bagi orang mungkin seribu rupiah tidaklah berarti atau jauh dari berarti. Apalagi bagi dengan kondisi perekonomian seperti sekarang ini. Mungkin uang senilai itu hanya bisa membeli 6 buah permen karet batang, ataupun membeli sebungkus kue basah kecil. Tapi ada saatnya suatu momen tertentu yang memaksa saya harus memberi nilai yang sangat tinggi bagi duit seharga Seribu Rupiah. Bagaimana bisa???
Waktu itu saya masih kuliah di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di daerah Padang Bulan Medan. Saya tinggal/kost kamar di rumah seorang bermarga Nainggolan
Waktu itu saya masih kuliah di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di daerah Padang Bulan Medan. Saya tinggal/kost kamar di rumah seorang bermarga Nainggolan
di daerah Perumnas Semalingkar. Tempat ini saya pilih karena dekat dengan Gereja dimana saya melayani (GPI Coklat red), lagi pula saya di kasih kamar gratis karena satu marga dengan pemilik rumah.
Sebagai seorang kuliaahan, saya jauh beda dengan profil teman kampus lainnya. Maklum saya kuliah tanggung sendiri oleh karena kondisi ekonomi keluarga yang memang tidak memungkinkan. Apa boleh buat,, Itulah seijin Tuhan.
Bukan hal luar biasa kalau berada di jalur kekosongan dompet. Hari2 setiap bangun pagi, bukan serapan yang saya pikirkan, atau minyak rambut yang mengikuti tren, ataupun pakaian jenis mana yang akan saya pakai. Untuk ongkos saja kalau bisa lancar, bagi saya sudah tenang sedikit.
Tibalah pada suatu malam, saya lihat dompet saya betul-betul kosong sama sekali. Ini membuat saya tidak tenang, sehingga saya segera cek semua kantung baju dan celana saya, mana tau ada sisa entah berapa rupiah saja. Ternyata sama sekali tidak ada. Saya sudah sangat cemas, besok pagi saya mau pake apa untuk ongkos?? (Kebetulan saya sangat tertutup dgn yang punya rumah, bahkan kurang enak komunikasi), jadi saya tidak berani cerita.
Besoknya saya putuskan untuk jalan kaki saja ke kampus yang berjarak kurangl lebih 8 km-10km. Saya terpaksa bangun jam 5 pagi dengan perhitungan harus sampai di kampus jam 7 pagi, karena setengah 8 sudah harus mulai perkuliahan. Setelah berpakaian dan menyandang tas, saya putuskan untuk berdoa terlebih dahulu, Saya katakana kepada Tuhan: “Tuhan untuk pertama kalinya, Engkau ijinkan aku harus jalan kaki ke kampus”, jadilah kehendakMu” Amin
Tepat jam 5 pagi, saya ayunkan langkah ditengah keheningan pagi, Maklum seluruh tetangga masih pada tidur dan bermimpi bahkan bermimpi ria . Dari 5 Miliar penduduk dunia, tak seorangpun yang tahu bahwa seorang Laston harus berjalan kaki kekampus di keheningan pagi2 buta, karena ketiadaan ongkos. Uh,,,, nasibku..!
Marah, kesal,dan bingung itulah campuran isi batinku waktu itu,,,dan akhirnya saya pun tak bisa menahan air mata, setetes demi setetes air mata pun keluar seolah menemani dan turut bersedih di tengah pagi yang hijau dari keramaian.
Setelah berjalan kira-kira 300 meter, Tiba-tiba…… karena keadan jalan yang kurang jelas dan masih remang-remang, saya tersandung oleh sebuah batu yang kecil. Badan saya terjatuh dekat tong sampah di sebuah persimpangan jalan. Tangan kananku sepertinya menimpa sesuatu benda mirip kertas buram. “Mungkin hanya sekedar sampah kertas” piker saya. Tapi saya penesaran juga, saya coba periksa lebih dekat, Lho….? Kelihatannya seperti sebuah uang kertas…
Secepat kilat saya berlari menuju kea rah sebuah lampu jalan, dan ternyata saya sedang menggenggam sebuah uang kertas bernilai riil Seribu Rupiah…..Terima kasih Tuhan….. Teruma kasih Tuhan……! Hati dan mulut saya tak terbendung lagi untuk terus mengucapkannya…..! Ternyata Engkau tidak membiarkanku sendirian. Yah …. You love me verymuch..!
Akhirnya saya putuskan kembali ke rumah, sebab saya sudah punya ongkos angkot yang kala masih Seribu rupiah untuk satu estapet. Yup,,ongkos sudah ada,,, berikutnya adalah bagaimana pula dengan serapan pagi itu???
Nantikan kisah selanjutnya..
Sungguh Jalan Tuhan tiada terselami, saya tidak akan pernah berhenti untuk menyanyikannya. Amin…..!
"""""The Lord is very good for me. He always provide everything. He is my friend in each kind of time."""
Sebagai seorang kuliaahan, saya jauh beda dengan profil teman kampus lainnya. Maklum saya kuliah tanggung sendiri oleh karena kondisi ekonomi keluarga yang memang tidak memungkinkan. Apa boleh buat,, Itulah seijin Tuhan.
Bukan hal luar biasa kalau berada di jalur kekosongan dompet. Hari2 setiap bangun pagi, bukan serapan yang saya pikirkan, atau minyak rambut yang mengikuti tren, ataupun pakaian jenis mana yang akan saya pakai. Untuk ongkos saja kalau bisa lancar, bagi saya sudah tenang sedikit.
Tibalah pada suatu malam, saya lihat dompet saya betul-betul kosong sama sekali. Ini membuat saya tidak tenang, sehingga saya segera cek semua kantung baju dan celana saya, mana tau ada sisa entah berapa rupiah saja. Ternyata sama sekali tidak ada. Saya sudah sangat cemas, besok pagi saya mau pake apa untuk ongkos?? (Kebetulan saya sangat tertutup dgn yang punya rumah, bahkan kurang enak komunikasi), jadi saya tidak berani cerita.
Besoknya saya putuskan untuk jalan kaki saja ke kampus yang berjarak kurangl lebih 8 km-10km. Saya terpaksa bangun jam 5 pagi dengan perhitungan harus sampai di kampus jam 7 pagi, karena setengah 8 sudah harus mulai perkuliahan. Setelah berpakaian dan menyandang tas, saya putuskan untuk berdoa terlebih dahulu, Saya katakana kepada Tuhan: “Tuhan untuk pertama kalinya, Engkau ijinkan aku harus jalan kaki ke kampus”, jadilah kehendakMu” Amin
Tepat jam 5 pagi, saya ayunkan langkah ditengah keheningan pagi, Maklum seluruh tetangga masih pada tidur dan bermimpi bahkan bermimpi ria . Dari 5 Miliar penduduk dunia, tak seorangpun yang tahu bahwa seorang Laston harus berjalan kaki kekampus di keheningan pagi2 buta, karena ketiadaan ongkos. Uh,,,, nasibku..!
Marah, kesal,dan bingung itulah campuran isi batinku waktu itu,,,dan akhirnya saya pun tak bisa menahan air mata, setetes demi setetes air mata pun keluar seolah menemani dan turut bersedih di tengah pagi yang hijau dari keramaian.
Setelah berjalan kira-kira 300 meter, Tiba-tiba…… karena keadan jalan yang kurang jelas dan masih remang-remang, saya tersandung oleh sebuah batu yang kecil. Badan saya terjatuh dekat tong sampah di sebuah persimpangan jalan. Tangan kananku sepertinya menimpa sesuatu benda mirip kertas buram. “Mungkin hanya sekedar sampah kertas” piker saya. Tapi saya penesaran juga, saya coba periksa lebih dekat, Lho….? Kelihatannya seperti sebuah uang kertas…
Secepat kilat saya berlari menuju kea rah sebuah lampu jalan, dan ternyata saya sedang menggenggam sebuah uang kertas bernilai riil Seribu Rupiah…..Terima kasih Tuhan….. Teruma kasih Tuhan……! Hati dan mulut saya tak terbendung lagi untuk terus mengucapkannya…..! Ternyata Engkau tidak membiarkanku sendirian. Yah …. You love me verymuch..!
Akhirnya saya putuskan kembali ke rumah, sebab saya sudah punya ongkos angkot yang kala masih Seribu rupiah untuk satu estapet. Yup,,ongkos sudah ada,,, berikutnya adalah bagaimana pula dengan serapan pagi itu???
Nantikan kisah selanjutnya..
Sungguh Jalan Tuhan tiada terselami, saya tidak akan pernah berhenti untuk menyanyikannya. Amin…..!
"""""The Lord is very good for me. He always provide everything. He is my friend in each kind of time."""
"...Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku..."" (Flp. 4:13)
Salam: Laston M Nainggolan
Pengalaman yang amat berharaga ya pak Laston. God Bles You. Mudah2 bapak menjadi orang yang sukses. Frans
BalasHapusThank yus sans..Salamkenal
BalasHapusSebagai bukti kalo Tuhan tak pernah tidur ya to....
BalasHapusArtikel yang sangat memotivas, semoga tetap sehat dan terus berkarya :)
BalasHapus