Biarkan saya mencoba sesuatu yang baru, tapi tolong… biarkan saya melakukannya dengan baik dan benar untuk yang pertama kalinya. Jikalau kita selalu melakukan segala sesuatu dengan baik dan benar, dan orang mengenal kita sebagai orang yang selalu mengerjakan dengan baik, maka kita telah membuat standard atas diri kita. Hal ini tentu melelahkan kita. Seperti pendapat teman saya, John Bailey Let kemarin, adalah melelahkan dan membuat satu kesendirian bila menjadi seorang yang begitu terkontrol dan menanti dunia mengejar kita.
Melihat segala sesuatu mulai dari dasar ke atas tidaklah terlalu buruk. Ketika kanak-kanak saya belajar bermain ski dan menuruni bukit. Hal pertama yang diajarkan instruktur saya adalah jatuh ke bawah. Kami menghabiskan waktu seharian dengan terjatuh. Saya terjatuh ketika berdiri, saya terjatuh ketika mulai melangkah maju, saya terjatuh dengan masih mengenakan perlengkapan ski atau tidak, juga terjatuh ke bawah bukit dan bahkan terjatuh saat mendaki di tepian bukit. Kelihatannya konyol dan bodoh. Tapi ternyata melalui proses belajar jatuh, saya belajar bermain ski. Menarik sekali. Saya tidak terlalu ingat tentang pelajaran bermain ski, tetapi yang saya ingat hanya pelajaran terjatuh. Di dalam proses menjangkau hal-hal yang baru dalam ski, si instruktur akan memerintahkan “Jatuh!” dan kami pun jatuh. Betapa suatu cara yang indah untuk belajar. Tidak seorangpun harus menjadi sempurna.
Beberapa tahun kemudian ketika saya mengambil kelas “kano air putih”, coba tebak apa yang saya pelajari pertama kali? Tepat sekali! Bagaimana menenggelamkan kano. Pertama-tama kami menenggelamkan kano di air yang tenang, dan kemudian si instruktur membawa kami ke sungai dan kami belajar mengatur diri kami dalam setiap situasi buruk yang mungkin dapat terjadi di sungai dan kami terpental keluar dari kano. Setiap orang datang ke kelas ini dengan perasaan nervous karena kemampuannya dan meninggalkan kelas dalam keadaan basah kuyup dan lelah tapi sangat pusing.
Mengapa kita merasa harus begitu baik dalam suatu yang kita sedang coba, bahwa kita harus berhasil di dalam sesuatu dimana kita diperintahkan menikmatinya, bahwa kita harus melakukan sesuatu dengan benar sebelum kita merasa telah menyelesaikannya? Berjuang untuk kesempurnaan dapat menciptakan rasa frustasi dan kekecewaan. Tetapi melakukan sesuatu yang tidak sempurna memimpin menuju pandangan-pandangan baru dan cara yang baru dalam memandang segala sesuatu.
Dalam hal-hal inilah kesempurnaan menuntut bayaran kita:
1.Spontanitas.
Kesempurnaan adalah sebuah cara untuk mengontrol. Tetapi kontrol membatasi spontanitas
2.Proses.
Ketika kita memfokuskan diri kepada kesempurnaan, kita ada di dalam suatu permainan untuk sebuah produk, untuk menguasai, bukannya suatu proses. Kita membandingkan diri kita melawan orang-orang yang telah lebih jauh di dalam suatu proses dan tidak dapat menikmati kemajuan kita sendiri.
3.Penyelesaian.
Semakin tinggi tujuan-tujuan kesempurnaan, semakin rendah harapan penyelesaiannya.
4.Misteri.
Ada suatu misteri di sekitar kita dan menikmati bagaimana misteri sedikit demi sedikit berkembang atas kita. Kesempurnaan tidak menghargai misteri. 5. Keontetikan. Berjuang menuju kesempurnaan tidak mengijinkan kita menjadi otentik.
Ketika kita melepaskan kesempurnaan, kita membiarkan diri kita melakukan hal-hal yang tidak sempurna, maka kita akhirnya melihat betapa sempurna diri kita, yaitu diri kita apa adanya. Ini adalah suatu perbedaaan yang sangat samar namun merupakan satu kebenaran. Hidup kita dapat menjadi sempurna bila kita melepaskan kesempurnaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar.
(Pilih Profil Anonymos bila Anda tidak memiliki Blog)