vascript'/>
"..Amazing Grace..": Kut'rima Janji Allah dari Kaum Yehuda

Sabtu, September 07, 2013

Melompat atau Hanyut??

Efesus 6:10


Akhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya


Pemirsa..., Jika suatu waktu Anda dihadang oleh sungai kecil yang agak deras, sementara anda harus menyeberang, respon apa yang anda lakukan?  Melompat dan lalu menyeberang, atau menunggu sungainya mengecil dan besoknya baru menyeberang atau menghanyutkan diri kesungai?  

Saat mengalami suatu masalah yang sulit pada umumnya ada dua jenis respon manusia. Pertama adalah kita menjadikan masalah tersebut sebagai batu loncatan untuk meraih sukses dan satu lagi adalah turut larut dan terpuruk dengan masalah tersebut.

Bagaimana supanya hanyut dan terpuruk bersama masalah? Mudah saja.  Ratapi saja masalahnya, salahkan diri sendiri dan anggap diri anda tidak mampu sama sekali menyelesaikan masalah tersebut dan hanya menunggu waktu untuk bangkit dengan sendirinya.

Bagaimana sebuah masalah bisa menjadi batu loncatan untuk kebaikan dan kemajuan adalah pertama dengan menyadari bahwa hidup dengan masalah itu tidak enak.  Dengan demikian kita akan berusaha semaksimal mungkin untuk meminimalisir peluang terjadinya masalah. Apalagi masalah yang berasal atau ditimbulkan oleh kesalahan sendiri.  Yang kedua adalah menjadikan masalah sebagai moment mengevaluasi diri dan menjadikannya sebagai titik balik untuk bangkit dan maju di waktu berikutnya.


Yang ketiga adalah mengambil hikmah dari sebuah masalah.  Orang pintar berkata dalam masa tersulit sekalipun, selalu ada peluang untuk menjadikannya sebagai alasan untuk bangkit. Pada prinsipnya setiap kejadian atau masalah selalu didapati minimal satu hikmah yang bisa di ambil.

Yang ke empat dan yang terpenting adalah meminta bantuan dari Juru Tolong yaitu Tuhan. Pertolongan Tuhan selalu terbukti dan teruji di segala keadaan, situasi, segala tempat dan segala jaman.  Dia adalah Juru Tolong kita yang sudah membuktikan pertolongannya kepada ribuan, jutaan dan ratusan juta orang di bumi ini.  Orang beriman selalau berkata, Tidak ada masalah yang tidak selesai bersama Tuhan dan solusi terbaik selalu datang dari Dia. 

Terpujilah dia selama-lamanya.  Haleluya.

Jumat, September 06, 2013

Sisi Lain "Bohong Putih" Abraham

Lukas 12:25

Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta pada jalan hidupnya?

Pemirsa... Menyinggung tentang Dosa Putih atau White Lie atau yang dalam bahasa Indonesia kita sebut "berbohong untuk kebaikan" umumnya kita langsung terinat kepada tiga kasus dalam Alkitab.  Pertama Bidan-bidan di Mesir yang "berbohong" kepada Firaun ketika
mereka menolong bayi-bayi Israel termasuk Musa, sementara mereka diperintahkan oleh Firaun untuk membunuh semua bayi laki-laki Israel yang akan dilahirkan.  Kedua adalah kejadian ketika Rahab perempuan Yerikho yang tidak mengenal Allah berbohong kepada tentara Jerikho yang sedang mengejar tiga orang pengintai Israel.  Oleh dosa putih ini ketiga pengintai Israel bebas dari kejaran tentara Yerikho.

Ketiga adalah kejadian saat Abraham dan keluarga besarnya dilanda kelaparan dan terpaksa mengungsi ke Mesir.  Mengingat Firaun yang dikenal Play Boy Kelas Kakap maka Abraham mencoba melepaskan isterinya Sara dari jeratan ke Play Boy an Firaun dengan berkata bahwa Sara adalah saudara perempuan Abraham.

Rekan-rekans, lepas dari perdebatan dan diskusi yang belum berujung hingga kini apakah "dosa putih" itu boleh atau tidak, atau apakah itu bagian dari hikmat atau alibi saya melihat satu sisi lain dari kasus ini.  Bahwa timbulnya usaha Abraham untuk mencoba mencari jalan pintas dengan mengatakan yang tidak benar demi menyelamatkan isterinya adalah adanya KEKHAWATIRAN akan pembelaan Tuhan. Dalam kondisi dimana sedang terjadi kegalauan dalam pengungsian akibat kelaparan, patut di diuga iman Abraham sedang di titik rendah. Sehingga ketika timbul lmasalah baru, Abraham mencoba jalan pintas dengan mengatakan bahwa Sara adalah saudara perempuannya. Kemungkinan besar Abraham sedang tidak yakin penuh pada pertolongan Tuhan yang sangggup melakukan apa pun untuk menolong anak-anak-Nya termasu Abraham dalam persoalan apapun.

"...Faktanya bahwa meski Abraham berusaha menyelamatkan isterinya, Firaun tetap membawa Sara untuk tidur dengannya.  Dan faktanya pula bahwa Tuhan terbukti menolong dan menyelamatkan Sara dengan cara Tuhan menimbulkan
penyakit kepada bangsa Mesir dan menghadirkan mimpi buruk kepada Firaun. Jadi seandainya pun Abraham jujur saja mengatakan bahwa Sara adalah isterinya, Tuhan tetap sanggup untuk melakukan pertolongan dan melepaskan Sara dari jeratan nafsu Firaun. Tetapi karena Abraham KHAWATIR, terpaksa pengalaman "dosa putih" mewarnai cerita hidupnya sebagai Bapa segala orang yang percaya..."

Rekans, Dalam keadaan apapun mari kita memilih lebih percaya kepada pertolongan Tuhan yang sanggup melakukan apa pun daripada mencoba mencari jalan pintas yang sifatnya sementara dan bisa berdampak buruk di kemudian hari.

Tuhan Memberkati.


Haleluya... 

Kamis, September 05, 2013

Ketulusan yang "Menggetarkan"

Mazmur 41:13
Tetapi aku, Engkau menopang  aku karena ketulusanku, Engkau membuat aku tegak di hadapan-Mu untuk selama-lamanya

Pemirsa...., masih berkaitan dengan ibadah tengah minggu di rumah jemaat kami kemarin (03-09-2013) yang mendapat kunjungan dari seorang Pendeta dari sidang jemaat lain. Beliau ini adalah sesosok probadi yang tulus dan polos adanya. Tentu saja orang-orang yang mengenal beliau mengakuinya.

Sejujurnya khotbah beliau hanya sederhana.  Baik materinya, gaya penyampaian serta
redaksional kata-kata yang beliau sampaikan.  Tetapi seluruh jemaat termasuk saya begitu diberkati dengan Firman Tuhan malam itu. Rasanya begitu menyentuh dihati. Pastilah karena Roh Kudus mengurapi beliau, hadir dalam setiap perkataan beliau serta menjamah hati umat yang mendengar.  Mengapa bisa? Tidak diragukan lagi, karena beliau berkhotbah dengan rendah hati, penuh ketulusan.  Tidak berbohong, tidak memanipulasi dan tidak mencoba menyenangkan pendengarnya dengan hikmat kosong yang tidak berguna untuk kebangunan iman.

Rekans..,sebagai penikmat khotbah kita mungkin mulai memilih-milih pengkhotbah dengan membuat standar yang mulai tidak sehat. Kita mulai hanya menyenangi dan menginginkan seorang pengkhotbah yang pintar mengolah kata dan memiliki guyonan yang menggoyang hati untuk tergelitik dan tertawa terbahak.  Kita mulai menginginkan khotbah yang dari awal sampai selesai membuat kita ketawa-ketiwi. Tetapi sepeninggal tempat ibadah, yang melekat di hati adalah lawakan pengkhotbah dan bukan materi pokok khotbah tersebut.

Sebegai pengkhotbah kita mungkin mulai mulai berpikir bila materi khotbah kita sederhana dan biasa-biasa maka tidak akan memberi dampak kepada pendengar. Dengan paham yang begitu kita mulai mencoba ramuan khotbah yang sensasional dan terkesan 'baru'.  Parahnya, pengkhotbah mulai memanipulasi kebenaran yang ada dan pengalaman pelayanan dan meceriterakan secara berlebihan kepada pendengar. Singkatnya, pengkhotbah takut tidak digemari oleh pendengarnya.  Padahal bukankan urusan Tuhan untuk menghidupkan khotbah kita di hati jemaat sedangkan urusan kita hanya menyampaikan saja?

Ayat di atas mengingatkan kita, bahwa Tuhan akan menopang setiap orang dalam langkahnya bila didasari ketulusan.  Demikian juga dalam berkhotbah. Hati yang tulus, penyampaian yang tulus dan tidak manipulatif serta doa yang tulus, itulah khotbah yang hidup, berkuasa dan menghasilkan atmosfir yang menggetarkan dalam sebuah ibadah.

Tuhan Memberkati.

Haleluya...

Rabu, September 04, 2013

Menghadap Tuhan..Sehormat Mungkin,

Mazmur 57:8
Hatiku siap, Ya Allah, hatiku siap; Aku mau menyanyi, aku mau bermazmur

Pemirsa, tadi malam dalam ibadah tengah minggu (03 September 2013) di rumah seorang jemaat bermarga Tampubolon/Br Manalu, kami kecipratan berkat dengan kedatangan seorang Pendeta yang berasal dari sidang lain.  Yaitu Pendeta L Pardede dari sidang Mabar.  (Kenapa kecipratan karena beliau ini adalah seorang Pendeta yang polos lagi baik dan tulus, besok saya akan bicara KETULUSAN YANG MENGGETARKAN, sabar ya, hehe).  Ada yang menarik dari penampilan beliau.  Yaitu meski ibadahnya adalah ibadah di rumah-rumah, beliau datang dengan sangat rapi, lengkap jas dan dasi sebagaimana dalam ibadha minggu raya. Saya pun teringat bahwa memang di sidang mereka, hal itu dibiasakan (karena saya sudah pernah dua kali disana melayani dalam ibadah tengah minggu).  Dalam setiap ibadah,
seluruh Hamba Tuhan disepakati supaya berpakaian rapi dan berdasi.  Hal ini berlaku baik bagi yang bertugas saat ibadah maupun tidak.

Hal ini pun menyetir memoar saya ke sidang Rantoprapat yang mana saya juga pernah ikut dalam ibadah tengah minggu di rumah jemaat. Persis seperti di Sidang Mabar ini, setiap hamba Tuhan baik yang bertugas maupun tidak juga disepakati mengenakan pakain rapi dan minimal berdasi.  Malah hampir semua megenakan jas.  LUAR BIASA.



Rekans, saya sendiri tidak menganggap hal ini sebagai sesuatu yang harus ditiru.  Atau saya tidak akan mencoba mengatakan kalau tidak demikian lalu salah.  Apa yang saya lihat dari kebiasaan dan kesepatakan mereka adalah pertama bahwa untuk datang beribadah dan menghadap Tuhan sang Raja segala Raja mereka benar-benar datang dengan sikap hormat. Kesan yang kedua adalah bahwa mereka benar-benar mempersiapkan diri untuk datang beribadah dan melayani Tuhan.  Sebab memilih dan mengenakan jas juga tidak secepat kilat dan asal comot bukan?  Belum lagi pasang dasi, keserasian warna pakaian dan lain-lain.

Rekans, Ayat di atas mencoba meberitahu kita bahwa setiap orang yang ingin datang kepada Tuhan, bernyanyi dan bermazmur haruslah dengan hati yang siap.  Apalagi kalau kita sudah ditetapkan menjadi petugas.  Bidang pelayanan apa pun itu, persiapan yang baik akan menghasilkan pelayanan yang baik. Persiapan yang terutama tentulah DOA.  Siapa saja yang sudah ditetapkan menjadi pelayan dan bidang apapun itu dalam sebuah ibadah, haruslah berdoa sebelum bertugas.  Selain itu perlu latihan persiapan mislanya khotbah, pujian dan musik.



Bila kita datang kepada Tuhan dengan hormat dan hati yang sudah siap, maka hadirat-Nya akan melanda ibadah kita dan suasana sorga turun atas kita, dan kita akan merasakan atmosfir ibadah yang berbeda dari yang biasanya.

Tuhan Memberkati,

HALELUYA............

Sabtu, Agustus 31, 2013

Amin yang Terpaksa...

Amsal 15:1
Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah.

Pemirsa...., kali ini kita kembali ke menu Belajar Berkhotbah.  Biar bagaimanapun setiap pengkhotbah akan senang bila khotbhanya direspon dengan baik, hangat serta antusias oleh seluruh jemaat yang mendengarkannya.  Kadang kala kita sedikit jengkel bila jemaat tidak memperhatikan kita dan materi khotbah kita. Itu lumrah adanya.


Pada umumnya ketertarikan dan keantusiasan jemaat terhadap khotbah kita direspon dengan perkataan "amen", atau "haleluya" atau "puji Tuhan'.  Ketika perkataan sorgawi ini cukup biasa menghiasi setiap ibadah khususnya di kalangan Pentakosta.

Rekans, sebagai pengkhotbah kita harus memahami bahwa ketiga respon di atas semestinya muncul adalah murni oleh karena jemaat memang tertarik, antusias, senang serta mengimani Firman Tuhan yang kita khotbahkan.  Masalahnya adalah ada beberapa pengkhotbah telah merasa jengkel bahkan marah ketika khotbah mereka kurang direspon antusias oleh jemaat.  Pengkhotbah yang marah ini biasanya akan berkata:  Kok sedikit sekali Haleluyanya?  Apa tidak ada lagi orang disini?  Kenapa tidak tunduk kepada Firman Tuhan? 


Pernyataan yang kasar  bukan?  Rekans, Ayat di atas mengingatkan kita bahwa perkataan yang pedas bisa membangkitkan marah.  Bila seorang pengkhotbah memaksa jemaatnya harus selalu merespon dengan amin atau haleluya atau perkataan laiinya maka pertama jemaat akan merasa terpaksa.  Dan yang namanya terpaksa tentu tidak akan menyenangkan
nama Tuhan.  Yang kedua si pngkhotbah sudah dicap sebagai pemarah sekaligus gila hormat. Hampir pasti perkataan-perkataan pedas dari pengkhotbah yang begitu akan membekas lama di hati pendengarnya, dan oleh karenanya pula mereka tidak akan tertarik lagi mendengar si pengkhotbah dan khotbahnya.

Rekans pengkhotbah, bila respon jemaat mulai berkurang terhadap khotbah kita yang pertama harus kita lakukan adalah koreksi diri sendiri.  Apakah materi khotbah kita bagus, berbobot, berkuasa, menarik dan apakah gaya penyampaian kita menarik atau sebaliknya membosankan. Jangan serta merta menyalahkan dan memarahi jemaat. Nanti aminnya terpaksa, datangnya pun terpaksa, membagi berkat pun jadi terpaksa.

Tuhan Memberkati... Haleluya