Proses praperadilan Setya Novanto akhirnya tuntas. Sang Ketum Partai beringin diputus tidak sah statusnya sebagai tersangka dalam mega-kasus E-KTP yang sedang ditangani oleh KPK. Sesungguhnya penjuru nusantara berharap dan berkeyakinan lain. Masyarakat meyakini bahwa Novanto terlibat dalam kasus E-KTP yang telah menyeret banyak oknum pejabat dan pihak swasta. Tak terkecuali Nazaruddin, sang narapidana mantan bendahar umum Partai Demokrat.
Tapi kenyataan berbeda lain. Sah tidaknya status tersangka Novanto ada pada palu hakim tunggal Cecep. Ketukan palu sang "wakil Tuhan" batalkan sangkaan KPK.
Novanto memang disebut-sebut sebagai orang terlicin yang pernah dikait-kaitkan dalam berbagai kasus. Tak tanggung-tanggung, setidaknya Novanto pernah dikait-kaitkan terlibat dalam 7 (tujuh) kasus dan dalam semuanya dia berakhir "bersih".
Berikut daftarnya:
1. Cessie Bank Bali (1999)
Pengalihan hak piutang (cassie) PT
Bank Bali kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) yang diduga
merugikan negara Rp904,64 miliar. Kasus tersebut terbongkar pasca Bank
Bali mentransfer Rp500 miliar lebih kepada PT Era Giat Prima, milik
Setya Novanto, Djoko S. Tjandra, dan Cahyadi Kumala.
Kasus itu kemudian 'tutup buku' setelah mendapatkan surat perintah penghentian penyidikan dari kejaksaan pada 18 Juni 2003.
2. Penyelundupan beras dari Vietnam (2003)
Novanto
bersama rekannya di Golkar, Idrus Marham, diduga sengaja memindahkan 60
ribu ton beras yang diimpor Inkud, dan menyebabkan kerugian negara
Rp122,5 miliar.
Kejagung yang saat itu dinakhodai Jampidsus
Hendarman Supandji menangani perkara ini dan menetapkan mantan pejabat
Bea Cukai, Direktur Penyidikan dan Penindakan, Sofyan Permana sebagai
tersangka.
Tahun 2005, Novanto diperiksa penyidik Kejagung terkait kasus ini. Namun dia membantah terlibat.
3. Kasus Limbah Beracun di Pulau Galang, Batam (2006)
Pada
tahun 2006 lebih dari 1.000 ton limbah beracun datang di Pulau Galang.
Limbah itu disamarkan menjadi pupuk organik, meski mengandung tiga zat
radioaktif berbahaya, yakni Thorium 228, Radium 226, dan Radium 228.
Setya Novanto disebut-sebut sebagai orang di balik kasus penyelundupan ini. Dia
merupakan pemilik PT Asia Pacific Eco Lestari (APEL), perusahaan yang
mengimpor limbah-limbah berbahaya asal Singapura tersebut. Sayangnya, di
kasus ini, Novanto tidak pernah diperiksa penegak hukum.
4. Kasus PON Riau (2012)
Nama
Setya Novanto dibeberkan oleh mantan Bendahara Umum (Bendum) Partai
Demokrat, Muhammad Nazarudin, ikut terlibat korupsi pembangunan lapangan
tembak PON Riau 2012. Novanto disebutkan Nazaruddin ikut mengatur
aliran dana ke anggota DPR untuk memuluskan pencairan APBN.
Meski
begitu, Novanto hanya diperiksa sebanyak dua kali, sebagai saksi perkara
Gubernur Riau Rusli Zainal. Novanto kemudian membantah semua tuduhan
itu, meski sejumlah saksi telah menguatkan pernyataan Nazaruddin.
5. Kasus Etik bertemu Donald Trump (2015)
Bersama dengan Fadli Zon, Setya Novanto menghadiri kampanye Donald Trump pada pemilihan Presiden AS. Novanto
disebut melakukan pelanggaran etik lantaran dianggap memberikan dukungan
politik pada Trump, mengingat statusnya sebagai Ketua DPR.
Mengenai ini, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR menggelar sidang
pelanggaran kode etik untuk Novanto. Tapi, Novanto hanya diberikan
teguran agar lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas.
6. Kasus Saham PT Freeport atau 'Papa Minta Saham' (2015)
Melalui
serangkaian peradilan kode etik DPR, seluruh anggota Majelis Kehormatan
DPR RI menyatakan bahwa Novanto melakukan pelanggaran kode etik. Namun,
pada akhirnya MKD tidak menjatuhkan sanksi kepada Novanto, karena
menjelang putusan akhir soal sanksi etik, Novanto mengundurkan diri dari
ketua DPR, kemudian digantikan oleh rekannya di Partai Golkar, Ade
Komaruddin.
Adalah mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM), Sudirman Said yang melaporkan kasus itu kepada MKD, dengan bukti
rekaman. Kasus ini juga ditangani oleh Kejaksaan Agung.
Novanto
tak habis akal. Ia mengajukan uji materi terkait penyadapan atau
perekaman yang dijadikan barang bukti dalam penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan ke MK. MK mengabulkan permohonan Setya Novanto, sehingga
rekaman pembicaraan Novanto tak bisa dijadikan sebagai barang bukti
untuk menjeratnya.
Setelah memenangi pemilihan Ketum Partai Golkar
pada 17 Mei 2016, Novanto kembali menjabat Ketua DPR. Dia dilantik
dalam rapat paripurna pada 30 November 2016.
7. Kasus proyek e-KTP (2017).
KPK
menetapkan Novanto sebagai tersangka proyek e-KTP. Dia diduga
bersama-sama terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong telah mengatur
tender proyek senilai Rp5,9 triliun itu, dan terlibat penyuapan ke
sejumlah anggota DPR RI. Namun, sangkaan KPK patah di tangan hakim
tunggal Cepi Iskandar melalui sidang praperadilan yang diputus pada
Jumat, 29 September 2017. (ase)
Novanto memang "sakti"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar.
(Pilih Profil Anonymos bila Anda tidak memiliki Blog)