vascript'/>
"..Amazing Grace..": Kut'rima Janji Allah dari Kaum Yehuda

Friday, June 06, 2014

Rumus Nehemia (I)

Pengantar.

Nehemia adalah salah satu dari orang Yahudi yang turut di angkut ke pembuangan di Babel
saat orang Israel dikalahkan tentara Nebukanezzar.  Nehemia sendiri tidak dijadikan sebagai budak atau tawanan, melainkan mendapat jabatan di istana raja sebagai seorang juru minum.  Ini berarti bahwa Nehemia termasuk kalangan pemuda Yahudi yang cerdas sehingga sama seperti Daniel dan beberapa temanya mendapatkan tugas dan jabatan yang cukup mentereng di istana raja.  Bahkan terakhir Nehemia ditempatkan menjadi seorang bupati di Jerusalem Sekitarnya.

Akan tetapi Nehemia tidak lupa akan kampung halamannya yaitu Jerusalem.  Pada suatu kesempatan saat Nehemia sedang di puri Susan, dia bertemu dengan saudara-saudaranya sesama Yehuda dan menayakan kabar dan keadaan kampung halamannya Jerusalem.  Dan dia mendapatkan kabar yang sangat menyesakkan dan membuatnya merasa sedih dan kasihan.  Karena menurut informasi yang diterimanya, orang Yahudi yang tinggal di Jerusalem ada dalam kesukaran besar bahkan tercela, sebab tembok dan pintu-pintu Jerusalem telah roboh dan dibakar (Nehemia 1:3)

Pemirsa, mendengar ini muncul suatu tekad bulat dalam diri Nehemia untuk melakukan sesuatu demi kebaikan bangsa dan tempat kelahirannya Jerusalem.  Hal ini sangat menginspirasi kita.  Meski telah mendapat jabatan mentereng dan dalam kemewahan, Nehemia tidak lupa kepada saudara sebangsanya Yahudi dan tanah kelahirannya Jerusalem.  Oleh karena itu saya terdorong untuk boleh membagikan pengalaman Nehemia ini kepada pemirsa sekalian.  Saya menyebutnya sebagai "Rumus Nehemia".  Untuk merealisasikan impian, niat, kerinduan dan harapan Nehemia saya melihat ada beberapa langkah yang dia lakukan.  Dan ini bis amenjadi contoh yang baik bagi kita untuk dipraktekkan di dalam pelayanan, tentu khusus bagi para pelayan yang memiliki kerinduan untuk memajukan pelayanannya.

1.  Diawali dengan Nita Tulus dan hati yang terbeban

Pemirsa, saat Nehemia mendengar keadaan bangsa dan kampung halamnnya, dia menangis
dan berkabung selama beberapa hari dan terus berdoa ke hadirat Allah(Nehemia 1:4-11). Dia berdoa syafaat untuk bangsanya, dia meminta ampun dosa-dosa bangsanya dan meratap sampai beberapa hari.  Inilah bukti kerinduan dan keterbebanan yang sangat tulus yang timbul di hati Nehemia. Pemirsa, saya hendak bertanya. Saat anda mendapati pelayanan/gereja anda dalam keadaan bermasal, tidak maju dan tidak berkembang, apa respon yang muncul dalam benak anda? Mengkritik, menyalahkan pimpinan, menyalahkan rekan pelayanan?  Atau acuh tak acuh, merasa tidak ada kewajiban untuk memperbaiki dan memilih jadi penonton saja?

Teladanilah Nehemia, darah dalam dirinya langsung kontak dan mungkin berbicara ke saraf-sarafnya agar tidak lupa bangsa dan kampung halamannya. Dia begitu terbeban mendengar keadaan bangsanya yang sedang dalam kesukaran besar, sengsara dan tercela.  Dan kita perlu catat bahwa niat yang timbul dalam dirinya adalah niat yang tulus dan tanpa motivasi apapun kecuali bagaimana supaya bangsanya dipulihkan kembali.  Berbeda jauh dengan banyak orang sekarang ini, yang kelihatan tulus melayani tetapi ternyata diboncengi oleh suatu motivasi yang tidak sehat. Ada untuk cari keuntungan, ada untuk cari hormat, ada niat supaya dilihat orang, ada niat untuk memuaskan talenta dan segala maccam niat yang tidak tulus dalam diri para pelayan masa kini.  Kalau Nehemia, niatnya, doanya, syafaatnya, ratapannya jelas tulus untuk kebaikan bangsanya.

2.  Mencari Mitra Kerja (Nehemia 2:17-18a)

Pemirsa, Nehemia sadar bahwa dia tidak mungkin bekerja sendiri untuk menuntaskan visi dan misinya.  Dia menyadari dirinya terbatas dan butuh mitra untuk bekerja sama.  Itu sebabnya begitu dia mendapat ijin dari raja (nehemia 2:1-8), hal berikutnya yang dia lakukan adalah bertemu dengan orang Yahudi lainnya dan menjelaskan visi dan misi yang sudah bergelora di dalam dadanya.  Dia berkata dalam ayat 17: Kami lihat kemalangan yang kita alami, yakni Jerusalem telah menjadi reruntuhan dan pintu-pintu gerbangnya telah terbakar.  MAri, kita bangun kembali tembok Jerusalem supaya kita tidak lagi dicela.  Dan puji Tuhan rekan-rekannya menyambut baik di ayat 18.

Pemirsa, jangan berharap anda bisa bekerja seorang diri sehebat apapun anda. Meski anda seorang superman sekalipun, anda tidak akan pernah sukses dalam bidang manapun bila tidak menciptakan kerjasama dengan orang lain. Ini sejalan dengan status kita sebagai mahluk sosial artinya tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain.

Bagaimana bisa membangun mitra dengan orang lain?  Salah satu kata kunci adalah KOMUNIKASI. Seorang mantan presiden Amerika Serikat berkata: orang yang bisa membangun komunikasilah yang akan berhasil dan sebaliknya siapa gagal menjalin komunikasi bakal gagal dalam hidupnya. Jadi hamba Tuhan harus pintar berkomunikasi. Diam itu perlu tetapi jadi pendiam itu tidak bagus.  Jalinlah komunikasi dengan sesama pelayan, ciptakanlah suasana akrab. Jangan kerja sendiri, makan sendiri, pening sendiri dan stress sendiri dan akhirnya mati sendiri, hahaha.

Saya kadang jengkel melihat beberap hamba Tuhan terutama pimpinan/gembala yang gagal menjalin komunikasi yang baik dengan tim sepelayanannya. Sehingga komunkasi hanya berjalan formal dan akhirnya formalitas.  Kita hanya berinteraksi di altar pelayanan, tetapi diluar altar seperti tidak berteman. Yang lebih parah, ada hal-hal yang elok bila didiskusikan di luar altar, tetapi pimpinan/gembala memilih mimbar sebagai tempat untuk menyampaikan isi hatinya.  Dari mimbar banyak berkoar, tetapi di "alam nyata" seperti bisu. Yang lebih menjengkelkan adalah keuangan pun dinikmati sendiri, hanya pintar berkhotbah agar jemaat membagi berkat tetapi tidak pintar saat diharapkan membagi-bagi berkat.  Hanya pintar mengajari jemaat ikhlas dan berkorban, tetapi dirinya sendiri membagi yang SUDAH ADA pun susah, hahaha.

Pemirsa, hindari kekakuan dan formalitas dalam komunikasi pelayanan.  Ciptakan suasana kebersamaan.  Bagi tugas dengan baik, bagi berkat dengan baik, bagi beban dengan baik supaya semua sama-sama merasakan. Bersama dalam kesusahan, dan bersama dalam kesukacitaan.  Itulah yang menjadi bibit lahirnya sense oh belonging (rasa kepemilikan) dari setiap orang terhadap pelayanan kita.  Kalau orang sudah punya sense of belonging, maka apa pun akan dikerjakan dan dikorbankan untuk pelayanan bahkan nyawa sekalipun.

(bersambung......)

Baca Juga

1 comment:

Silahkan berikan komentar.
(Pilih Profil Anonymos bila Anda tidak memiliki Blog)